Cakrawala - Peran DJSN Dalam Transformasi Kelembagaan BPJS
Tranformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan perubahan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS harus terlaksana pada 1 Januari 2014. Tidak bisa ditawar lagi. Perintah UU BPJS harus dilaksanakan secara konsisten. Jika tidak pelaksanaan SJSN akan molor lagi.
Kata “transformasi” dapat kita jumpai dalam Penjelasan Umum alinea 9 UU SJSN yang mengemukakan antara lain: ”BPJS dalam UU ini adalah transformasi dari BPJS yang sekarang telah berjalan ….dst.”
Kemudian Perjelasan Umum alinea 4 UU BPJS mengemukakan antara lain: ”UU ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat(1) dan Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mengamanatkan pembentukan BPJS dan trasformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) menjadi BPJS. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, asset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.”
Kedua UU tersebut tidak menjelaskan pengertian kata ”transformasi”.
Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui arti kata tranformasi perlu dicari dalam Kamus.
Kata transformasi, menurutOxford English Reference Dictionary (2003: 1530 ) berarti ”make thorough or dramatic change in form, outward appearance, character etc.”
Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perubahan dramatis mengenai bentuk, karakter dan sebagainya.
PT ASKES (PERSERO) DAN PT JAMSOSTEK (PERSERO) BERUBAH TOTAL
Berdasarkan arti kata trasformasi secara etimologis tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek ( Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berarti bahwa PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) mengalami perubahan total, baik bentuk, karakter, mekanisme kerja maupun budaya organisasinya .
Perubahan dari BUMN PT (Persero) menjadi BPJS (badan hukum publik)dapat digambarkan sebagai berikut:
Pokok perubahan |
BUMN(PT/Persero) |
BPJS badan hukum publik |
Pembentukan |
PP/ Akta Notaris |
UU |
Dasar Hk |
UU BUMN,UUPT |
UU SJSN, UU BPJS |
Modal |
Dibagi dalam saham |
Tidak dibagi dalam saham |
Wewenang |
Perdata |
Publik dan Perdata |
Maksud/Tujuan |
Menyediakan barang dan jasa/ prolaba |
Pelayanan publik nirlaba |
Organ |
RUPS-Kom-Dir |
Dewan Pengawas-Direksipengawas eks- |
Ternal |
----------- |
DJSN,OJK,BPK |
Pembubaran |
Keputusan RUPS jangka waktu berakhir penetapanpengadilankepailitan dicabut,harta pailit dlm keadaaninsolvensi, izin dicabut.
|
hanya dengan UU
|
PERAN SEBAGAI ATRIBUT STATUS
Sebelum mengemukakan peran DJSN dalam transformasi kelembagaan penyelenggara program jaminan sosial nasional terlebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan peran/ peranan.
Peran atau peranan menurut Maurice Duverger adalah atribut sebagai akibat dari status, dan perilaku yang diharapkan oleh anggota-anggota lain dari masyarakat terhadap pemegang status. Singkatnya, peranan hanyalah sebuah aspek dari status.”[1]
Padanan kata peranan atau peran dalam bahasa Inggris adalah “role.”
Artinya menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2005, hal 1317) adalah ”the function or position that sb has or is expected to have in an organization, in society or in relationship”.
Peran ataurole diartikan sebagai posisi atau fungsi yang diharapkan terhadap seseorang dalam suatu organisasi, masyarkakat atau dalam suatu hubungan.
Peran DJSN dalam mempersiapkan transformasi BPJS dan pengelolaan Dana Jaminan Sosial dengan demikian berarti posisi atau tugas dan fungsi yang diharapkan dilaksanakan oleh DJSN sebagai pemegang status dalam mempersiapkan transformasi BPJS dan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
UU BPJS tidak secara tegas menentukan peran DJSN dalam transformasi PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS.
Namun demikian tidak berarti bahwa DJSN tidak mempunyai peran dalam transformasi tersebut.
Peran DJSN dalam mempersiapkan transformasi BPJS dan pengelolaan dana jaminan sosial, merupakan atribut dari status DJSN menurut UU SJSN dan UU BPJS.
DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.[2]
DJSN dibentuk dengan UU untuk penyelenggaraan SJSN,[3] dan bertanggung jawab kepada Presiden.[4]
Lembaga Negara yang dibentuk dengan UU merupakan organ UU.[5]
Hierarki kedudukan lembaga Negara tergantung pada derajat pengaturannya menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga Negara yang dibentuk oleh UUD kedudukannya lebih tinggi dibandingkan yang dibentuk dengan UU.[6]
Jimly Asshiddiqie mengemukakan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU merupakan lembaga tingkat kedua yang sumber kewenangannya berasal dari pembentuk UU.[7]
DJSN PENYALUR DAN PEMADU ASPIRASI PEMANGKU KEPENTINGAN
DJSN sebagai representasi dari pemangku kepentingan berperan menyalurkan aspirasi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab Negara terutama tanggung jawab Pemerintah.
Sebagai Lembaga Negara Nonstruktural yang dibentuk dengan UU dan bertanggung jawab kepada Presiden, peran DJSN adalah mengagregasikan atau memadukan aspirasi pemangku kepentingan dengan kebijakan nasional SJSN.
Kebijakan nasional SJSN diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, serta dalam kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan anggaran belanja Negara.
Artikulasi aspirasi pemangku kepentingan dan agregasi dengan kebijakan nasional, diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang DJSN sebagimana ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan.
UU SJSN menentukan atribut DJSN dengan menetapkan fungsi, tugas dan wewenang DJSN. UU BPJS menambah tugas dan wewenang DJSN.
Fungsi DJSN ialah merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggraan SJSN.[8]
DJSN bertugas[9]:
a. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan peyelenggaraan jaminan sosial;
b. mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial; dan
c. mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi PBI dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.
DJSN berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial, termasuk tingkat kesehatan keuangan BPJS.[10]
Pasal 39 ayat (3) huruf a UU BPJS menentukan DJSN melakukan pengawasan ekternal kepada BPJS. Dalam Penjelasannya dikemukakan “DJSN melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial.”
Transformasi kelembagaan penyelenggara jaminan sosial dan pengelolaan Dana Jaminan Sosial merupakan bagian dari penyelenggaraan SJSN dan penyelenggaraan program jaminan sosial.
Oleh karena itu, peran DJSN dalam transformasi BPJS dan pengelolaan dana jaminan sosial merupakan aktualisasi dari fungsi, tugas dan wewenang DJSN sebagaimana ditentukan dalam UU SJSN dan UU BPJS.
Aktualisasi fungsi, tugas dan wewenang DJSN meliputi:
a. perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi pelaksanaan transformasi;
b. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan pengalihan program jaminan sosial;
c. mengusulkan anggaran bagi PBI kepada Pemerintah;
d. mengusulkan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah;
e. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan trasformasi.
Setelah beroperainya BPJS, peran DJSN semakin intens dilakukan untuk menjamin terselenggaranya SJSN yang pada dasarnya merupakan program Negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial yang dijamin dalam UUD Negara RI Tahun 1945.
Peran DJSN ke depan nanti meliputi:
a. perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi pelaksanaan SJSN;
b. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial;
c. mengusulkan anggaran bagi PBI kepada Pemerintah;
d. mengusulkan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah;
e. mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial;
f. melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial;
g. memberikan konsultasi mengenai hal tertentu kepada BPJS;
h. mengusulkan anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS pengganti antar waktu dalam hal sisa masa jabatan yang kosong kurang dari 18 (delapan belas) bulan;
i. mengenakan sanksi administrative kepada anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melakukan pelanggaran Pasal 52 huruf a, b, c, d, e,atau hutruf f UU BPJS;
j. melakukan pengawasan ekternal terhadap BPJS;
k. memberikan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial kepada BPJS setiap 6 (enam) bulan;
l. menerima dan menelaah tembusan laporan pelaksanaan program, termasuk kondisi keuangan BPJS secara berkala 6 (enam) bulan sekali; dan
m. menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Presiden.
HARUS BEKERJA PENUH WAKTU
Peran DJSN dalam transformasi BPJS dan pengelolaan Dana Jaminan Sosial merupakan atribut dari status DJSN sebagai representasi pemangku kepentingan dan Lembaga Negara Nonstruktural yang bertanggung jawab kepada Presiden untuk penyelenggaraan SJSN.
Mengingat luas dan pentingnya peran DJSN dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional ke depan nanti, maka anggota DJSN tidak bisa lagi bekerja paruh waktu, tetapi harus mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang yang ditentukan dalam UU.
Struktur organisasi dan mekanisme kerja DJSN yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Susunan dan Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian DJSN, perlu direvisi disesuaikan dengan beban tugas yang dihadapi DJSN.
Yang perlu dipikirkan ke depan nanti ialah instrument hukum apa yang digunakan oleh DJSN agar fungsi, tugas dan wewenangnya terlaksana secara efektif?
UU SJSN dan UU BPJS tidak menentukan secara tegas instrument hukum untuk mewadahi kebijakan, usulan, hasil monitoring dan evaluasi serta pengawasan yang dilakukan oleh DJSN dalam penyelenggaraan SJSN agar mengikat BPJS dan pihak terkait lainnya dalam penyelenggaraan SJSN.
[1] Maurice Duverger,Sosiologi Politik,Jakarta 1981,hal 110.
[2] UU BPJS,Pasal 1 angka 11.
[3] UU SJSN,Pasal 6.
[4] IBid,Pasal 7 ayat(1).
[5] Jimly Asshiddiqie op cit,,hal 43.
[6] Ibid,hal 43.
[7] Ibid,hal 51.
[8] UU SJSN ,op cit Pasal 7 ayat(2).
[9] Ibid,Pasal 7 ayat(3).
[10] Ibid,Pasal 7 ayat(4) dan Penjelasannya.
Pengutipan sebagian atau seluruhnya dengan menyebutkan judul, tanggal dan sumber:
Peran DJSN Dalam Transformasi Kelembagaan BPJS
https://www.jamsosindonesia.com/cakrawala/peran_djsn_dalam_transformasi_kelembagaan_bpjs
Martabat - www.jamsosindonesia.com, 2019